Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tidak ada Tuhan yang hak selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku (Q.S. Toha: 14)
OLEH-OLEH pendakian spiritual Nabi Muhammad saw. yang dibawa dari langit ketujuh, seakan menjelma menjadi obat penawar bagi kegundahan dan kegusaran jiwa.
Kegundahan yang diakibatkan sering terjebaknya manusia pada kesenangan duplikat (duniawi) dan kegusaran jiwa yang dihasilkan oleh pabrik kehidupan yang kapitalis dan menjajah. Dengan kondisi demikian, manusia pun seakan terbagi menjadi kelas sosial yang terpecah dan terabaikan fungsi kemanusiaannya.
Tak heran bila banyak pengusaha yang haus harta, hingga akhirnya ia pun melupakan waktu luang untuk mengabdi kepada-Nya, menyisihkan harta pada kaum papa, dan melalaikan tugas kepemimpinannya di lingkungan keluarga.
Sementara itu, si fakir dan si miskin berani mengabaikan perintah Allah hanya demi mencari tunjangan materi agar mampu bertahan hidup, akibat menyurutnya solidaritas sosial. Apabila kondisi ini dibiarkan tak berdaya, akibat yang diperoleh bangsa adalah munculnya kekosongan amal baik yang tak diharapkan hadir di kehidupan. Celakanya lagi, manusia pun tak menyadari, dirinya harus berbuat baik, melepaskan beban hidup yang mengimpit, dan harus meraih ketenangan jiwa. Agar dalam mengarungi samudra kehidupannya, manusia merasa senang dan gembira tanpa dihantui beragam masalah kehidupan.
Sebesar apa pun arus kehidupan, kalau manusia memiliki "mental pejuang" tak dapat disangkal lagi ia pun akan tetap bertahan. Bertahan dari segala terpaan hidup yang menindas dan mengakibatkan dirinya diliputi kepiluan yang mendalam. Ketika dirinya berhadapan dengan "virus kemiskinan", dari jiwanya muncul kesiapan untuk menantangnya dan tak diliputi kegelisahan yang terus menerus menghinggapi diri. Sebab, sudah sejak awal tertanam dalam jiwa nama Allah yang dijadikan sebagai bentuk terapi bagi penyembuhan gangguan jiwa itu.
Salat dan ketenangan jiwa
Tujuan dari perintah Allah untuk menunaikan kewajiban salat yang lima waktu, agar umat Islam mampu meredam, menghilangkan kegelisahan, dan keresahan. Karena, sebelum Rasulullah saw "diisra dan dimikrajkan" oleh Allah, kesedihan sedang mendera batin beliau akibat wafatnya Abu Thalib dan Siti Khadijah. Betapa tidak, semasa hidupnya kedua orang tercinta inilah yang selalu melindungi dan memotivasinya untuk selalu tetap bersabar dalam menyiarkan ajaran Islam. Pada saat itu, salat yang disyariatkan ternyata mampu menjelma laiknya obat penenang jiwa dan penawar duka lara. Hingga beliau pun pernah bersabda, ”kesenanganku terjadi dalam salat “ (al-hadis).
Bahkan dalam hadis lain disebutkan, Ash-shalatu miraju al-muminun.” Salat merupakan mikrajnya orang mukmin. Dengan hadirnya hadis ini, kita pun seyogianya melaksanakan salat ketika jiwa mengidap gangguan jiwa. Gangguan yang diakibatkan oleh rasa gelisah karena takut tak mampu menghadapi kerasnya hidup ini. Meskipun peristiwa isra dan mikraj sering diperingati pada tanggal 27 Rajab, tak ada salahnya jika setiap hari kita mengingat makna di balik pensyariatan salat yang lima waktu itu. Hingga kita pun mendapat resep untuk mengobati jiwa kita yang sedang gundahgulana.
Namun, saat ini manfaat praktis salat pun seakan luput dari perhatian sebagian bangsa, hingga banyak orang yang mengidap kekeringan dan kekotoran jiwa. Dengan kata lain, kita malas melakukan proses pembersihan dan penyucian jiwa dari segala kekotoran jiwa yang mampu membuat kita merasa gelisah. Rasulullah terkasih dan tercinta bersabda, ”Salat lima waktu seperti air tawar yang berada di muka pintu seorang manusia yang tiap hari ia mandi lima kali sehari, maka tidak akan ada lagi kotoran yang tertinggal padanya.” (Al-hadis). Sedemikian hebatnya peran salat dalam membersihkan dan memproteksi diri dari kotoran sikap dan tindakan yang munkarot. Hingga dianalogikan dengan mandi yang diyakini mampu memberi penyegaran bagi tubuh dan jiwa.
Coba rasakan ketika kita tidak mandi selama berminggu-minggu, apa yang akan kita rasakan? Yang pasti tubuh akan terasa hitam kelam dan daki-daki menempel di tubuh. Begitu pula dengan kondisi kejiwaan kita yang tidak bisa lepas dari debu-debu kegundahan dan kegusaran yang mengganggu ketenangan jiwa. Kalaulah kita tak rajin membersihkannya, kegundahan dan kegusaran pun akan selalu menghantui gerak langkah hidup.
Dari sinilah dapat kita saksikan dan yakini peran salat dalam melindungi dan membersihkan kotoran-kotoran jiwa yang semakin akut merasuki batin. Tanpa melaksanakan salat secara benar dan khusyuk, saya rasa kita akan tetap dalam keadaan hampa dan cemas.
Allah SWT berfirman, “Sungguh telah menang (bahagia dan tenang) orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang salat dengan khusu” (Q.S. Al-Muminun: 1-2). Dari ayat ini kita dapat menyimpulkan, salat merupakan senjata ampuh yang harus digunakan untuk melawan segala gangguan jiwa seperti kecemasan, kegelisahan, dan keputusasaan.
Selain berdampak personal, salat pun berdampak sosial pula dan mampu membentuk manusia yang tak suka melakukan penindasan dan pendiskriminasian pada kaum papa. Hingga dirinya terkategori sehat secara sosialspiritual. Sebab, ia mampu membina hubungan yang harmonis dengan sesama manusia. Menurut pandangan WHO (World Healt Organization) manusia demikian telah mencapai tingkat kesehatan karena telah memenuhi salah satu rumusan sehat secara biologi, psikologi, sosial, dan spiritual.
Lalu apa yang akan terjadi ketika kita ditimpa kesusahan hidup, bagaimana kita menyikapi kondisi tersebut, dan apa yang akan kita lakukan untuk menangani dampak terhadap ketenangan jiwa itu?.
Dalam teori psikologi dijelaskan, manusia ketika dihadapkan pada kesusahan, emosinya pun akan berubah menjadi sedih. Sebab, manusia bergerak ke arah pencapaian hidup yang bahagia. Dengan kata lain, tak akan ada orang yang menginginkan kesulitan hidup melilit dirinya, kalau bukan orang yang sudah putus asa, dengan mengakhiri hidup secara tak manusiawi. Namun, rasa bahagia akan tergapai ketika seorang manusia memiliki kesiapan mental dalam menghadapi ujian kehidupan itu. Seorang pegawai rendahan, tukang becak, pengamen, pengecer koran, bahkan pengusaha sekalipun akan terguncang jiwanya ketika tak siap secara mental.
Demikian pula, keresahan jiwa hampir tak pandang bulu merasuki setiap jiwa manusia, bahkan para nabi pun pernah merasakannya. Untuk itu, seyogianya kita sejak awal membentengi diri dengan sikap sabar, tawakal, dan melakukan ibadah salat, kalaulah ingin meraih ketenangan jiwa. ”Dan minta tolonglah kalian (dalam menghadapi kegelisahan) dengan sabar dan salat “ (Q.S. Al-Baqarah: 45). Sebab dalam sabar dan salat terdapat efek terapeutik (penyembuhan) bagi jiwa yang sedang dirundung kegelisahan.
Ini bisa kita lihat dan pahami dari kepasrahan diri secara total pada Allah, hingga dirinya merasakan ketenangan. Salat merupakan salah satu bentuk zikrullah (mengingat Allah) yang bisa dipahami sebagai penghambaan pada-Nya.
Sementara itu dalam keterangan lain, disebutkan, “Alaa bidzikrillah tatmainu al-qulub.” (berzikirlah pada Allah, maka kamu akan tenang). Dari keterangan ayat ini, kita bisa menyimpulkan, salat sebagai salah satu zikir yang terbesar (waladzikrullah al-akbar) merupakan resep pengobatan/penyembuhan bagi kegelisahan jiwa.
Oleh sebab itulah, tak selayaknya kita mengabaikan salat dalam menjalani kehidupan yang makin hari semakin menampakkan gejala kegersangan jiwa dan spiritual. Hanya dengan salatlah kita akan merasakan, kita sedang diperhatikan dan dilindungi oleh Allah dari segala marabahaya yang tiap hari pasti mengancam diri. Sehingga ketenangan jiwa bakal selalu kita raih dan dapatkan.
Tersedia obat penenang GAN seperti:
ReplyDelete1-RIKLONA
2-DUMOLID
3-HEXIMER
4-TRIHEX YARINDO
5-TRAMADOL TABLET DAN BOTOLAN.
6-ALPRAZOLAM MERCY DAN KF
Dan masih banyak yang lainnya GAN..
Silahkan invite pin BB kami 28D4006F.
Dijamin ok gan dan tidak tipu-tipu.