Laman

Saturday, 23 October 2010

Dasar-dasar Pengendalian Pikiran (Rumah Dharma)

PENJELASAN

Ajaran Hindu mengajarkan kalau badan yang membungkus kesadaran terdiri dari dua jenis badan, yaitu badan fisik dan badan pikiran. Seperti yang termuat di dalam dua puluh empat tattva [asas dasar] dari Samkhya Darsana, Panca Maya Kosha dari Vedanta Darsana dan Yoga Sutra dari Yoga Darsana.



Kalau dijelaskan realitas diri kita yang sejati ini bukan TUBUH kita, tentu mudah dimengerti, terutama karena ketika kita mati, tubuh ini kita tinggalkan. Tapi kalau dijelaskan realitas diri kita yang sejati ini bukan PIKIRAN kita, seringkali agak susah dimengerti. Padahal sebenarnya pikiran kita, apa yang kita pikirkan, hanyalah hasil dari vasana [rangkaian memory, pengalaman, kecenderungan, doktrin yang ditanamkan, dsb-nya].



Membuat indriya [tubuh] kita diam [sangat terkelola dan terkendali] agak mudah dilakukan. Tapi membuat pikiran kita diam, hening, adalah yang paling sulit dilakukan. Perlu praktek dan latihan yang sangat panjang.



Apa pentingnya membuat pikiran hening ? Ketika pikiran kita diam [hening, sepi], disanalah realitas yang sejati, yang absolut, akan muncul. Atau jivan-mukti kalau dalam istilah Vedanta, jiwa yang terbebaskan. Karena itu para satguru Yoga seperti Maharsi Patanjali mengajarkan puncak dari yoga adalah "samadhi", keadaan ketika riak-riak pikiran berhenti. Para satguru Advaita Vedanta seperti Maharsi Ramana dan Nisargadata Maharaj selalu mengajarkan "silence" [diam, hening]. Leluhur orang Bali menamakan beberapa pura sebagai mangening [maha hening]. Tahun baru saka dirayakan dengan hari raya NYEPI [sepi "diluar" sepi "didalam", keheningan sempurna]. Puncak penataran agung pura besakih disebut stana Sang Hyang Embang [beliau yang mahasuci yang maha hening].



DASAR-DASAR PENGENDALIAN PIKIRAN



1. MANACIKA. Berhenti berpikiran negatif, mulai belajar melihat semuanya dari sisi positif.



Hidup ini selalu berada dalam lingkaran Rwa Bhinneda. Latihlah diri untuk selalu memiliki pikiran positif, selalu berpikir positif dari setiap kejadian. Rubah cara pandang kita. Misalnya :



- Kalau suami / istri cemburu, jangan lihat marah dan cemburunya, tapi lihat akarnya, yaitu : cinta. Sebab cemburu adalah salah satu ekspresi cinta yang dangkal. Katakan ke diri sendiri, dia cemburu karena dia cinta sama saya.

- Kalau tetangga melempar tahi ke rumah kita, tetaplah berpikir positif. Katakan ke diri sendiri, baik sekali tetangga itu mau memberi saya pupuk kandang secara gratis.

- Kalau kita sudah tua dan sakit-sakitan, lihatlah itu sebagai hal yang baik, karena berarti menjelang kematian kita sedang banyak-banyak membayar hutang karma.

- Ketika bertemu orang jahat sama kita, jangan lihat perbuatannya, tapi lihat dia sebagai guru sejati yang sedang mengajarkan dan membuat kita menjadi sabar dan bijaksana.

- Dll.



Ketika kita selalu eling dan mampu berpikir positif dalam setiap kejadian, bukan saja diri kita sendiri dan orang lain menjadi lebih bahagia, tapi pikiran kita juga terkendali.



2. WACIKA. Berhenti berkata-kata [mengeluarkan omongan] negatif, mulai belajar berkata-kata dan bercerita yang positif.



Karena apa yang kita bicarakan akan menjadi apa yang kita pikirkan. Yang celaka adalah, apa yang kita bicarakan, lalu pikirkan, sebagian juga bisa jadi kenyataan. Sehingga penting sekali untuk selalu berkata-kata dan berbicara yang positif.



Kalau bisa hindari bergossip, apalagi menjurus menjelek-jelekkan orang lain.



Ketika kita selalu eling untuk berkata-kata dan bercerita yang positif, bukan saja diri kita sendiri dan orang lain menjadi lebih bahagia, tapi pikiran kita juga terkendali.



3. KAYIKA. Berhenti melakukan tindakan yang negatif, mulai belajar bertindak yang positif.



Sikap dasar-nya disini adalah ahimsa [tidak menyakiti], Bersikaplah eling agar tindakan kita tidak menyakiti mahluk lain. Lebih baik lagi kalau kita bisa melakukan banyak-banyak kebaikan, setiap ada kesempatan. Welas asih kepada semua mahluk. Karena apa yang kita lakukan mempengaruhi apa yang kita pikirkan.



Ketika kita selalu eling untuk bertindak yang positif, bukan saja diri kita sendiri dan orang lain menjadi lebih bahagia, tapi pikiran kita juga menjadi terang.



4. SADHU SANGGA. Hati-hati dalam bergaul, karena pergaulan menentukan bagaimana diri kita nantinya.



Tanpa menggunakan persepsi dualitas [baik-buruk, benar-salah, suci-kotor, tinggi-rendah] : hati-hatilah dalam bergaul. Kalau kita berteman dengan orang baik, dalam waktu sekian tahun kita juga bisa menjadi orang baik. Kalau kita berteman dengan orang yang kurang baik, kalau kesadaran tidak kuat, lama-lama kita juga bisa menjadi orang tidak baik.



Sehingga banyak-banyaklah bergaul dengan orang yang baik dan batasi [kurangi] pergaulan yang bisa membawa kita ke arah kegelapan.



5. Hati-hati memasukkan sesuatu ke dalam pikiran kita.



Kalau serius melatih pengendalian pikiran, penting sekali untuk kita : kalau membaca koran hati-hati, mendengarkan radio hati-hati, menonton tv hati-hati dan membaca buku juga hati-hati. Karena itu yang akan menentukan apa yang kita masukkan ke dalam pikiran kita. Apa yang kita dengar, apa yang kita rasakan dan apa yang kita lihat, semuanya berpengaruh kepada pikiran yang tumbuh dan berkembang di dalam diri kita.



Kalau bisa baca / tonton / dengarkan yang lembut-lembut. Sinetron yang penuh kekerasan, kalau bisa jangan ditonton. Baca koran, berita kriminal dan kerusuhan cukup baca judul-judulnya saja. Sebab nanti efeknya berbahaya. Coba saja kita konsumsi ”pikiran” kita dengan berita kriminal, korupsi, konflik, penipuan, perceraian, perselingkuhan atau gosip infotainment. Atau coba dengarkan musik-musik yang bertema perselingkuhan atau kebencian. Rasakan bagaimana dampaknya pada emosi dan jalan pikiran kita sendiri. Sadar ataupun bawah sadar, semuanya berpengaruh pada diri kita. Dan ini termasuk juga kalau kita tidur di depan televisi / radio / tape yang menyala. Pikiran bawah sadar kita tidak pernah tidur. Sehingga kita tidak tahu, informasi apa yang diterima oleh pikiran bawah sadar kita melalui televisi / radio / tape saat kita tidur.



Karena itu, lakukan seperlunya saja dalam berinteraksi dengan hal-hal yang keras dan dualistik melalui media informasi. Lebih banyak berinteraksi dengan hal-hal yang bisa membimbing kita menuju pemikiran yang terang. Misalnya hal-hal yang berkaitan dengan harmony, welas asih, kesadaran, pengendalian diri, kebaikan dan saling tolong-menolong.



6. BHAKTI / DHYANA. Banyak-banyak sembahyang atau meditasi.



Sembahyang adalah sebuah kekuatan "penyembuhan bathin" bagi diri kita. Dengan catatan, sembahyang dilakukan dengan hati-hati. Dalam arti kalau bisa dalam sembahyang kurangi meminta, banyak-banyak mengucapkan terimakasih. Kalau anda seorang bhakta, tekunlah berjapa dengan Gayatri Mantram. Atau kalau sembahyang, cakupkan tangan dan ucapkan "Aum Deva Suksma Paramaacintya Ya Namah Svaha". Terimakasih atas semuanya. Semakin sedikit yang kita minta semakin bagus.



Kalau anda seorang yogi, penekun jalan-jalan meditatif [Raja Yoga] : jangan lalai dan rajin-rajinlah meditasi. Sebab meditasi adalah sarana yang benar-benar membantu kita di dalam pengendalian pikiran.

No comments:

Post a Comment