Laman

Monday 20 September 2010

Refleksi Idul Fitri Bagi Umat Islam

IDUL Fitri adalah hari raya yang datang berulangkali setiap 1 Syawal pada penanggalan Hijriyah. Umat Islam merasa bahagia dan senang tak terkira karena telah menyelesaikan ibadah puasa sebulan penuh.

Secara terminologi Idul Fitri mengandung dua arti. Ada yang mengartikan Idul Fitri, kembali kepada keadaan di mana umat Islam diperbolehkan lagi makan dan minum siang hari seperti biasa. Ada pula yang mengartikan Idul Fitri, kembali kepada kesucian atau kembali ke asal kejadian, yaitu fitrah, berarti suci. Kelahiran seorang manusia dalam kaca mata Islam, tidak dibebani dosa apapun.

Dari dua arti di atas penulis lebih condong kepada makna yang ke dua yaitu "kembali kepada kesucian". Pegangan ini bukan tanpa alasan. Mengingat, pada setiap hari raya Idul Fitri selalu terdengar dan terucap "min al-a'idiin wa al-fa'izin". Sebenarnya, apa maksud dari ucapan tersebut?

Survei membuktikan, dalam ucapan min al-a'idin wa al-fa'izin terdapat beberapa kalimat yang dibuang. Secara lughah kita tidak dapat mengerti tanpa ada tafsir sebelumnya. Tafsir tersebut adalah "Ila al-fitroti min al-a'idin wa anil hawa wa as-syayatin min al-fa'izin," artinya: kita kembali kepada fitroh (suci) dan kita telah menang dari hawa nafsu dan setan. Dalam artian, setelah satu bulan umat islam menyucikan diri jasmani-rohani (mengekang hawa nafsu) dengan harapan agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, maka pada hari Idul Fitri mereka telah suci lahir dan batin. Inilah maksud dari ucapan min al-a'idin wa al-fa'izin.

Tiga Sikap

Idul Fitri merupakan simbol kemenangan lahir dan batin umat muslim. Setelah satu bulan lamanya berpuasa, menahan lapar, dahaga dan mengekang hawa nafsu. Setidaknya ada tiga sikap ketika merayakan Idul Fitri.

Tiga sikap yang harus kita punyai, yaitu:

1. Rasa penuh harap kepada Allah SWT (Raja’). Berharap agar diampuni dosa-dosa yang telah lalu. Janji Allah SWT akan ampunan itu sebagai buah dari "kerja keras" sebulan lamanya menahan hawa nafsu dengan berpuasa.

2. Melakukan evaluasi diri terhadap puasa yang telah dilaksanakan. Apakah puasa yang telah kita kerjakan sarat dengan makna, atau hanya sebatas puasa menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan lidah, hati, dan mata tidak bisa ditahan dari perbuatan ma'siat. Kita harus terhindar dari sabda Nabi SAW yang artinya: "Banyak sekali orang yang berpuasa, yang hanya puasanya sekedar menahan lapar dan dahaga".

3. Mempertahankan nilai kesucian yang baru saja diraih. Tidak kehilangan semangat dalam ibadah karena lewatnya bulan Ramadhan, sebab predikat taqwa sepantasnya berkelanjutan hingga akhir hayat. Firman Allah SWT: "Hai orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kati kamu mati melainkan dalam keadaan ber-agama Islam" (QS. Ali Imran: 102).

Ketiga sikap inilah yang harus tampak sebagai bentuk hasil dari penggemblengan bulan suci Ramadhan.

Momentum Silaturrahim

Silaturahim (menyambung kasih sayang) dengan meminta maaf/melebur dosa merupakan tindakan yang mulia dan dianjurkan oleh agama. Hikmah dari silaturrahim sendiri mempererat kembali tali persaudaraan sesama muslim dan memperkokoh semangat kekeluargaan.

Dengan motif silaturrahim akan tersambung kembali yang selama ini putus demi terjalinnya keharmonisan. Yang demikian inilah yang dinamakan hakikat silaturrahim. Nabi saw. Bersabda: "Tidak bersilaturrahim (namanya) orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi (yang dinamakan bersilaturrahim adalah) yang menyambung apa yang putus." (Hadis Riwayat Bukhari).

Idul Fitri atau kembali ke fitrah akan sempurna tatkala terhapusnya dosa kita kepada Allah diikuti dengan terhapusnya dosa kita kepada sesama manusia. Terhapusnya dosa kepada sesama manusia dengan jalan kita memohon maaf dan memaafkan orang lain.

No comments:

Post a Comment